Buku karyaku: FOUR WISDOMS FOR ALL





FOUR WISDOMS FOR ALL

Pendahuluan

Kata Pengantar

Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan yang Maha Menguasai seluruh kerajaan alam semesta. Dialah Tuhan yang Maha Menciptakan mahluk-Nya, lalu Dia menentukan tempat hidup dan peran mereka masing-masing. Dan Dialah Tuhan yang telah Mewariskan kehidupan yang baik bagi orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan.
Shalawat dan salam sejahtera atas Nabi yang mulia Muhammad Saww, seorang manusia pilihan Allah SWT yang mengajarkan manusia nilai-nilai keluhuran abadi dan nilai-nilai kemuliaan tertinggi. Sungguh akhlak pribadinya yang indah tak tertandingi dapat membuka mata berjuta-juta manusia melihat makna-makna hidup sejati.
Pembaca yang budiman, kehidupan adalah anugerah sekaligus amanah terbesar dari Allah SWT Tuhan seru sekalian alam, sehingga kita mesti pandai memanfaatkannya. Adalah fitrah bahwa setiap orang menginginkan hidup yang berarti. Dan kita memang mendapat tugas untuk memakmurkan bumi ini dengan selimut “atmosfir” kebajikan. Lalu perihal bagaimana cara memakmurkan bumi ini adalah perkara mudah sebenarnya. Sebab sesungguhnya alam bumi tempat kita tinggal telah mengajarkan kepada kita nilai-nilai kehidupan yang bisa kita renungi, kemudian kita dapat memilih yang sesuai dengan akal pikiran dan hati nurani kita sebagai manusia.
Pembaca yang budiman, kebajikan (al-Khairaat) adalah buah dari kebijaksanaan (al-hikmah/wisdom) yang meresap dan mengendap dalam hati sanubari seseorang, layaknya seperti vitamin yang menyatu bersama aliran darah. Berbagai nilai-nilai kebijaksanaan yang ia peroleh menjadi prinsip dalam hidupnya. Dan jadilah ia, seorang manusia yang memiliki pijakan yang kuat, tujuan hidupnya jelas, kemanapun ia melangkah atau di manapun ia berada, maka kehadirannya selalu untuk menanam pohon kebajikan yang telah lama dirindukan banyak orang. Sungguh seseorang yang berjalan dengan prinsip hidup yang baik dan luhur adalah sama seperti orang yang berjalan membawa pelita/cahaya. Kemudian cahaya itu menjadi penerang bagi dirinya dan bagi orang-orang yang ada disekitarnya.
Pembaca yang budiman, buku yang ada dihadapan Anda ini buku yang berisi uraian tentang empat kebijaksanaan (“Four Wisdom”) yang patut diterapkan oleh siapa saja (“For All”) dan dimana saja. Oleh karena itu siapa pun Anda, beragama apapun Anda, dan berstatus sosial apapun, penguasa, pemimpin, rakyat, guru, pelajar, aparat, pegawai, atau Anda menamakan diri Anda bukan siapa-siapa/orang biasa, maka bila buku ini sampai kehadapan Anda, Anda tetap dapat membaca buku ini. Sebab buku ini dibuat tidak dikhususkan bagi golongan tertentu. Adapun bila didalam buku ini ditemukan kutipan-kutipan Ayat Al Qur’an beserta maknanya atau makna dari Hadist Nabi Muhammad Saw, hal itu tidak lain adalah karena penulis seorang muslim yang hanya berusaha menyampaikan apa yang diketahuinya dan diyakininya. Sedangkan Anda sangat boleh sama keyakinan agama dengan penulis atau berbeda dan mengunakan dalil (argumentasi) dari ajaran keyakinan sendiri yang Anda ketahui. Penulis sekedar menginginkan kebersamaan dalam kemajuan bangsa.
Kemudian tentunya penulis berharap semoga buku ini dapat turut memberikan nuansa hikmah kepada Anda, dan selanjutnya Andalah yang membangkitkan serta menggugah kesadaran diri Anda sendiri. Semoga Tuhan senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua agar menjadi orang yang bijak terhadap diri sendiri dan sesama. Dan hanya orang-orang yang bijaklah yang tidak membiarkan ada nilai-nilai kebijaksanaan lewat begitu saja.
Akhirnya, sebagai manusia biasa, penulis memohon dengan segala kerendahan hati agar Anda dapat memaklumi bila menemukan berbagai kekurangan dalam buku ini, dan tentunya penulis akan sangat senang hati bila ada saran atau kritik yang dapat disampaikan. Sekian, selamat membaca!.
W a s s a l a m,
Jakarta, 12 Rabiul awwal 1429 H

Hormat Penulis,

AlFaqir Wisnu Abdul Jawad





PAGE I.

Inspirasi dan Dasar Pemikiran


Allah SWT telah berfirman dalam Kitab Al Qur’an Al Karim:
{Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya sendiri yang kepadanya mereka menghadap. Maka berlomba-lombalah kamu dalam (berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu}. {Qs. Al Baqarah: 148}.


{Dan nafkahkanlah {harta bendamu dan kemampuan apa yang kamu miliki} di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik}. {Qs.Al Baqarah: 195}.




PAGE II


P E R S E M B A H A N


Aku persembahkan buku ini sebagai bagian dari baktiku kepada Tuhanku, Ibu, Ayah, Guru-guru, istriku, keluarga, adik-adik, sahabat dan serta siapa saja yang telah menjadi contoh suri tauladan bagiku.

Harapan semoga Ibu, Ayah, istriku dan saudaraku yang lainnya mendapat pahala yang sempurna dari Allah Tuhan yang Maha Kaya. Buku ini pun kuharap menjadi bagian bakti kecilku kepada negeriku, semoga Tuhan membuatmu mampu bangkit berdiri kembali…

Seorang Hamba,
Al Faqir Wisnu Abdul Jawad


PAGE III

W I S D O M 1
“Berikanlah tongkat kepada orang yang buta”
Ungkapan diatas, bisa kita artikan secara tersurat yakni kita memberikan tongkat kepada orang yang buta. Namun bisa pula kita terjemahkan secara tersirat yakni memberitahukan kepada orang yang belum mengetahui, memberikan pemahaman kepada orang yang belum paham, memberikan pengertian kepada orang yang belum mengerti, memberikan petunjuk kepada orang yang sedang mencari petunjuk, serta membimbing dan menuntun kepada orang yang masih membutuhkan tuntunan. Siapa pun kita, hendaknya dapat menerapkan ajaran bijak ini, tentunya sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Bila kita berprofesi sebagai guru, maka tugas mulia ini memang sudah menjadi kewajiban. Namun sebenarnya setiap kita adalah “guru”. Bukankah bila kita memiliki anak, kitalah yang mengajarkannya berjalan, berbicara, dan lain sebagainya. Hanya saja untuk memberikan pengetahuan yang lebih dari itu, kita pun mesti memiliki ilmu pengetahuan yang lebih. Sebab ada ungkapan bijak: “Seseorang yang tidak memiliki apa-apa tidak akan mengeluarkan sesuatu pun”, atau “sebuah kendi yang kosong tidak akan mengeluarkan air”. Jadi untuk dapat memberitahukan sesuatu kepada orang lain, kita mesti mengetahui sesuatu itu terlebih dahulu, bukankah agar dapat memberikan “tongkat”, maka tongkat itu mesti berada ditangan kita sendiri terlebih dahulu?. Artinya, ajaran bijak ini menuntut kita untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan diri kita terlebih dahulu sebelum membagikannya kepada orang lain. Lebih dari itu secara individu, kita pun sebenarnya adalah guru bagi diri sendiri. Seperti halnya kita mengambil pelajaran dari setiap pengalaman yang pernah kita alami, lalu mengajarkan pada diri sendiri bagaimana seharusnya kita berbuat dan melangkah di kemudian hari.
Sungguh ajaran bijak ini mengandung menfaat yang sangat besar bila kita dapat mengamalkannya. Lihatlah alam telah mengajarkan kita, sebelum turun hujan, langit biasanya memberitahukan kepada semua mahluk dibawahnya dengan warna awannya yang mendung hingga gelap dan pekat. Sehingga dengan begitu manusia dapat mengamankan lebih dahulu pakaian-pakaian atau lainnya yang sedang dijemur, lalu mereka pun mencari tempat berteduh, begitu pula hewan-hewan masuk kedalam sarang mereka masing-masing. Lihatlah gunung mengepulkan asap pekat terus-menerus dan bergetar bila ingin meletus, datangnya malam ditandai dengan terbenamnya matahari disebelah barat, datangnya pagi ditandai dengan terbitnya matahari disebelah timur, dan hewan-hewan memberitahukan kawannya bila ada makanan atau bahaya. Adapun dalam kehidupan manusia, para orang tua mengajarkan anak-anaknya dalam menyikapi kehidupan, disekolah para guru memberitahukan murid-muridnya bila saat ujian akan tiba, ditempat ibadah atau dirumah-rumah para penyeru agama memberitahukan ummatnya jalan keselamatan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Diri kita pun diingatkan dengan uban-uban yang tumbuh dikepala, kulit yang makin mengeriput disekujur tubuh, dan tenaga yang makin melemah dari yang kita punya sebelumnya.
Memang begitulah semestinya, sehingga bagi para penguasa dan pemimpin pun hendaknya memberitahukan (mensosialisasikan) terlebih dahulu menfaat-manfaat apa saja yang bisa diraih oleh masyarakat dari setiap kebijakan yang akan ditetapkan. Diharapkan dengan memberikan pengertian yang baik dan benar, akan melahirkan kerelaan hati masyarakat untuk menjalankan setiap kebijakan yang ditetapkan. Sebab akan beda rasa dan hasilnya, suatu kebijakan yang dijalankan dengan terpaksa dan berat hati dengan kebijakan yang dilaksanakan dengan penuh kerelaan hati. Adapun bagi siapa saja yang merasa sebagai “orang biasa”, maka berikanlah sesuatu sesuai kadar yang kita mampu, meskipun kecil atau remeh. Sebab bisa jadi apa yang menurut kita kecil atau remeh adalah besar serta berharga di mata orang lain dan Allah SWT. Dan sudah tentu Allah menyukai orang-orang yang gemar memberikan pengetahuan dengan penuh keikhlasan. Jadi tunggu apa lagi perkayalah diri kita dengan memperbanyak ilmu pengetahuan, membuka wawasan, atau …tunjukkanlah jalan kepada orang yang sedang mencari-cari jalan dan tujuan agar orang itu tidak tersesat, berikanlah nasihat kepada orang yang meminta nasihat, tunjukkanlah jalan keluar (solusi) kepada orang yang sedang ditimpa masalah, ajarkanlah ilmu kepada para penuntut ilmu, ajarkanlah cara-cara meraih hidup sukses, ajarkanlah cara-cara berdagang yang baik dan benar kepada sesama pedagang, ajarkanlah cara berbisnis yang paling baik kepada sesama usahawan, ajarkanlah cara bekerja yang baik dan benar kepada para karyawan, ajarkanlah cara belajar yang efektif kepada para pelajar, dan bagi para pemimpin ajarkanlah setiap kebaikan kepada orang-orang yang tuan pimpin dengan contoh suri tauladan. Berikanlah perhatian kepada orang-orang yang masih terkungkung kebodohan, keterbelakangan, atau kelalaian (Al-ghofilin, dalam bahasa agama Islam).
Pada dasarnya setiap insan berhajat pada ajaran ini, sebab dengan pengamalan terhadap ajaran bijak inilah kehidupan dapat terus maju dan berkembang. Bukankah setiap kita memiliki masalah (problem) sehingga kita membutuhkan nasihat, bukankah bila kita mahir dalam satu hal, kita tidak mahir dalam hal lainnya sehingga setiap kita masih membutuhkan pengetahuan dari orang lain yang lebih mahir, dan bukankah bila kita pintar berilmu, maka ada lagi yang lebih pintar berilmu daripada kita, “diatas langit masih ada langit” begitulah kata peribahasa, sehingga setiap kita masih membutuhkan guru.
Namun ada cara bijak tersendiri bila kita ingin mengamalkan ajaran bijak ini. Yakni dalam mengajarkan atau memberitahukan sesuatu kepada orang lain, bila orang yang kita ajarkan itu adalah lebih muda usianya atau masih rendah keilmuannya, seperti seorang guru yang mengajar murid-muridnya, seorang ustadz yang mengajar santri-santrinya, maka sampaikanlah ajaran kita dengan penuh rasa kasih sayang yang berpadu dengan ketegasan, sedang bila orang yang kita ajarkan itu seusia atau setingkat keilmuannya dengan kita, atau orang itu kawan sejawat kita, maka keadaan seperti ini mungkin tidak begitu sulit bagi kita, sebab kita dapat mencari ungkapan yang “pas” sebagaimana biasanya kita berinteraksi dengannya. Adapun bila orang yang ada dihadapan kita adalah seorang yang lebih tua usianya, atau bisa jadi lebih tinggi keilmuan dan status sosialnya dari kita, maka carilah ungkapan kata-kata yang sopan dan jelas, sehingga kita tidak terkesan mengguruinya atau ia tidak merasa tersinggung dengan apa yang kita sampaikan. Hal-hal yang disebutkan diatas tadi meskipun terlihat sederhana, namun bukanlah perkara yang sepele. Sebab kesalahan cara menyampaikan biasanya bisa berakibat fatal. Dalam hal ini Rasulullah Saww menyarankan agar kita menyesuaikan diri dan pembicaraan saat menghadapi lawan bicara. Sebagaimana yang disampaikan oleh istri beliau ‘Aisyah : “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa alihi wasallam memerintahkan kami untuk menempatkan manusia sesuai dengan kedudukan mereka” (HR. Muslim, Syarah An-Nawawi no. 55/1). Sehingga yang tidak kalah pentingnya pula yakni bahwa kita mesti dapat menggunakan ungkapan kata-kata yang mudah dimengerti dalam menyampaikan ajaran, nasihat atau tuntunan sesuai dengan tipe orang yang berada dihadapan kita. Sebagaimana Imam ‘Ali bin Abi Thalib karromallahu wajhahu mengajarkan: “Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kemampuan akal fikiran mereka”. (HR.Bukhari, Fathul Bari, Kitabul Ilmi no.225/1). Dan diantara ciri-ciri orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengemas apa yang akan disampaikannya dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh sipendengarnya. Oleh sebab itu kita harus mengetahui dan memahami kondisi manusia, apa yang baik dan sesuai bagi mereka dan apa yang tidak baik bagi mereka. Benarlah ungkapan ulama, bahwa setiap tempat ada pembicaraannya sendiri. Tiap waktu mempunyai peristiwa tersendiri. Tiap manusia mempunyai kecocokan masing-masing. Tiap kejadian ada ceritanya sendiri.
Sungguh dalam ajaran bijak ini, terdapat kebaikan yang besar dan akan mendatangkan pahala bagi siapa saja yang mengamalkannya. Ajaran bijak inilah yang bila diterjemahkan kedalam bahasa daerah Jawa Tengah - sebagaimana yang saya tanyakan kepada Ayah saya – menjadi: “Menehono teken marang wong kang wuto”. Dan anda pun dapat mencari terjemahan sendiri dalam bahasa daerah anda.
Pembaca yang budiman, ada sebuah hadist Nabi Muhammad Saww yang bisa menjadi motivasi bagi kita; yakni beliau bersabda: “Barang siapa yang memberi petunjuk atas suatu kebaikan maka baginya pahala, sebagaimana besarnya pahala orang yang mengerjakannya, sedangkan pahala mereka tidak dikurangi sedikitpun” (HR.Muslim, dalam kitab shahihnya Bab 16 hadist no.227). jadi hadist ini mengisyaratkan adanya pahala kebaikan bagi orang yang memberikan petunjuk, sama seperti besarnya pahala bagi orang yang melaksanakannya. Lalu bukankah suatu keberuntungan bila orang yang kita beri petunjuk mengamalkan apa yang kita tunjukkan dengan sempurna dan penuh kerelaan hati?. Selain keuntungan ini, kita pun akan mendapatkan kemuliaan dan ketinggian derajat di tengah-tengah manusia sebagai karunia dari Allah Tuhan yang Maha Bijaksana.

selanjutnya ,silahkan menanti....

0 komentar: