RESENSI FILM

RESENSI FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN


Para Pemain : Revalina S. Temat, Joshua Pandelaki, Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, Francine Roosenda
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Hanung Bramantyo
Penulis : Hanung Bramantyo, Ginatri S. Noor
Produksi : Starvision
Jenis Film : Drama
Film bertemakan Islam kini kembali di rilis oleh sang Sutradara handal Hanung Bramantyo yang baru-baru ini telah menghasilkan film Ayat-Ayat Cinta yang menjadi Box Office. Kali ini Hanung mengangkat tema tentang Hak Asasi Manusia dimana hak-hak kaum wanita merasa ditindas dalam ajaran agama Islam.
Film mengambil setting pondok pesantren Al Huda di Jawa Timur, di mana seorang perempuan bernama Anissa (Revalina S. Temat) putri dari kyai Salafiah pendiri pondok pesantren Al Huda merasa hak-haknya tidak di hargai di mata kaum lelaki. Dan dia ingin merubah semua anggapan itu dan bebas bagaikan burung yang terbang di langit.
Perempuan makhluk istimewa dengan segala keindahannya, makhluk yang sering dianggap lemah namun menyimpan kekuatan besar. Wanita juga boleh dibilang selalu menjadi ‘makhluk kelas dua’ jika dibandingkan dengan lawan jenisnya, laki-laki. Kebebasannya sering dianggap tabu, keputusannya dianggap berlawanan, padahal sejatinya perempuan dan laki-laki adalah pelengkap antara satu sama lain.
Bukan hal yang baru pula kalau laki-laki malah menjadi penindas bagi perempuan, perempuan menjadi warga negara kelas dua. Ditindas hak-haknya dan dilupakan suaranya. Di sisi lain emansipasi perempuan terus digaungkan. Sayangnya, kesetaraan hak itu bukanlah sesuatu yang bersifat evolusi namun paralel.
Di suatu waktu ada perempuan yang menjadi presiden tapi pada waktu yang sama ada perempuan yang di tekan, di paksa menghentikan pendidikannya, mengalami kekerasan dalam rumah tangga atau di jual oleh keluarganya sendiri. Berbicara mengenai kebebasan kaum perempuan, selalu tidak terlepas dari norma-norma adat, tradisi bahkan agama. Islam merupakan agama mayoritas Negara ini sering kali di kaitkan dengan topic kebebasan pihak perempuan, di anggap berat sebelah karena lebih memihak atas kepentingan kaum lelaki. Ayat-ayatnya menjadi alat untuk membungkam perempuan, sebuah fenomena pro dan kontra yang terus berlanjut hingga saat ini.
Membaca fenomena yang terjadi, starvision mencoba menghadirkan film terbarunya yang berjudul “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”, dengan arahan sutradara berbakat Hanung Bramantyo. Film yang di ambil dari karya novel Abidah El Khalieqy ini adalah film tentang salah satu dunia paralel perempuan. Berkisah tentang Anissa, seorang perempuan dari pesantren yang berjuang untuk mendapatkan haknya. Hak untuk memilih hidup tanpa ada tekanan, termasuk juga tekanan yang mengatasnamakan agama. Ini kisah tentang perempuan yang percaya kalau agamanya, islam, yang akan membawa kebebasannya sebagai manusia bukan malah mengurungnya.
Dalam press conference yang berlangsung di Planet Hollywood (12/1), Hanung mengatakan bahwa ia sadar hal ini adalah sesuatu hal yang sensitif sifatnya dan mengundang kontroversi. Namun ia mengajak para penonton untuk menelaah lebih dalam, jauh dari wacana islam serta pertentangannya. Ia juga mengatakan bahwa semua di sajikan berimbang, hingga tidak ada unsur menghakimi. Sementara dari sisi sang penulis, ketika di tanyakan seberapa besar penyajian film dengan isi novel yang ia tulis. Abidah mengatakan meski ada beberapa hal yang ingin di artikulasikan dalam film namun hal itu tidak terjadi. Ia menganggap pihak sutradara begitu apik mengemas film ini menjadi lebih ringan penyajiannya namun tidak melepas inti dari isi cerita.
Film “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN” adalah kisah untuk anda yang percaya tentang pentingnya kebebasan seorang manusia.


Para Pemain : Revalina S.Temat, Joshua Pandelaki, wieke Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, Francine Roosenda
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Hanung Bramantyo
Penulis : Hanung Bramantyo, Ginatri S. Noor
Produksi : Starvision
Jenis Film : Drama
Film bertemakan Islam kini kembali dirilis oleh sang Sutradara handal Hanung Bramantyo yang baru-baru ini telah menghasilkan film Ayat-Ayat Cinta yang menjadi Box Office. Kali ini Hanung mengangkat tema tentang Hak Asasi Manusia dimana hak-hak kaum wanita merasa ditindas dalam ajaran agama Islam.
Film mengambil setting Pondok Pesantren Al Huda di Jawa Timur, dimana seorang perempuan bernama Annisa (Revalina S. Temat) putri dari kyai Salafiah pendiri Pondok Pesantren Al Huda merasa hak-haknya tidak dihargai dimata kaum lelaki. Dia ingin merubah semua anggapan itu dan bebas bagaikan burung yang terbang di langit.
Dalam pondok pesantren tersebut, para santri diajarkan ilmu-ilmu tentang hidup berdasarkan agama Islam. Bagi Ayah Annisa, ilmu sejati dan benar hanyalah Qur’an, Hadits dan Sunnah. Buku modern dianggap menyimpang. Annisa merasa bosan dengan ajaran yang merasa menyudutkan kaum wanita.
Satu-satunya teman Annisa yang mengerti akan dirinya adalah Khudori (Oka Antara) yang tak lain adalah Pakleknya (Paman dari pihak Ibu) sendiri. Hari-hari Annisa begitu bahagia ketika bersama Khudori, Annisa merasa terhibur dan mendapat ilmu baru bersama Khudori. Diam-diam Annisa jatuh hati dengan Khudori. Khudori menyadari hal itu dan iapun merasa tidak pantas bersanding dengan keluarga Kyai Salafiah.
Sampai akhirnya Khudori memutuskan sekolah ke Kairo demi melupakan cintanya. Dari sinilah awal mula cinta Annisa terputus. Annisa diam-diam mendaftarkan diri kuliah ke Jogja dan di terima. Namun, ayah Annisa bersih keras tidak mengizinkan anak gadisnya untuk dilepas sendirian dengan alasan tidak ada muhrim dan takut menimbulkan fitnah.
Akhirnya Annisa dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian) putra dari Kyai pendiri pondok pesantren Salaf terbesar di Jawa Timur yang sering membantu pondok Ayah Annisa. Meski Annisa menolaknya, tapi pernikahan tetap harus dilangsungkan. Sebelum menikah. sifat dan watak Samsudin baik-baik saja. Namun setelah menikah maka terlihatlah watak asli dari suaminya tersebut. Akhlak baik yang selama ini ditunjukkan didepan keluarga Annisa ternyata hanya bohong belaka
Annisa dipertemukan lagi dengan Khudori dan keduanya sama-sama saling mencintai. Hati Annisa berontak ingin minta cerai tapi tidak terkabul. Lalu Annisa menemui Khudori di kandang kuda dan meminta Khudori untuk menodai dirinya dengan alasan bisa cerai dari suaminya yang biadab itu. Tapi Khudori menolaknya dia masih berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dan masih menghormati Perempuan.
Kejadian itu dipergoki oleh Samsudin sendiri, karena dia sudah menaruh curiga dari awal. Samsudin menyeret kedua Insan berlainan jenis itu di hadapan para Santri dan Kyai. Samsudin menuduh istrinya berselingkuh dengan Khudori dan Samsudin meminta keadilan menurut hukum Islam yaitu menghujam pasangan yang berselingkuh dengan batu. Seketika itu Ayah Annisa meninggal karena serangan Jantung.
Annisa melanjutkan hidupnya seorang diri ke Jogja meneruskan cita-citanya yang belum tercapai. Dia ingin merubah pondok pesantren menjadi pondok modern, yang santrinya tidak belajar Ilmu-ilmu Islam yang dirasa sangat menyudutkan kaum perempuan. Dia ingin santrinya menjadi modern dalam dunia pendidikan dan dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Lagi-lagi Annisa dipertemukan dengan Khudori. Memang kalau jodoh itu tidak lari kemana-mana. Niat Annisa yang ingin hidup bebas dari kenangan masa lalu ternyata tidak bisa dipungkiri karena Khudori hadir dalam kehidupan Annisa lagi. Akhirnya Khudori melamar Annisa dan Annisapun menerima lamaran Khudori yang jelas-jelas Annisa mengharapkan Cinta Khudori dari dulu.
Akhirnya pasangan serasi itu dikaruniai seorang putra. Demi menjaga keselamatan bersama, mereka pulang kampung ke rumah orang tuanya yang ada di pondok pesantren. Belum tenang hati Annisa untuk bahagia hadirlah Samsudin mantan Suami Annisa yang sekarang menjadi rentenir (penagih hutang) di pondok yang sekarang diurus oleh kakaknya sejak Ayahnya meninggal. Karena untuk mencukupi biaya pondok tidak bisa mengharapkan dari ladang tebu yang dikelolanya, akhirnya kakaknya hutang ke Samsudin.
Annisapun meminta kepada Khudori untuk segera pulang ke Jogja karena dia tidak betah lagi berada disana. Bayang-bayang masa lalu selalu saja menghantuinya.
Takdir berkehendak lain. Di tengah perjalanan membeli tiket ke Jogja, Khudori mendapat kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia. Bertambahlah kesedihan Annisa karena telah kehilangan orang yang dicintainya untuk kedua kalinya.

0 komentar: