TANDA PENGORBANAN CINTA

Makna Sejati Berkurban..

Subhaanallah, Dialah Allah yang Maha Agung dan Maha Mulia tiada seorang hamba pun yang pasrah, patuh, mendekat, dan rindu kepada-Nya melainkan Dia akan memuliakan hamba-Nya itu dengan kemuliaan derajat dan berbagai karunia yang besar. Sungguh, segala puji bagi-Nya, Dialah Allah yang telah menunjukkan jalan-jalan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya; yakni dengan mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh para Rasul-Nya, para Nabi-Nya, dan para kekasih-Nya. Ucapan sanjungan shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad Ibn ‘Abdillah, serta kepada para Rasul para Nabi dan hamba-hamba Allah yang sholeh yang mengikuti petunjuk-Nya.
Saudaraku tercinta, tiada satu kisah pun yang Allah cantumkan di dalam Al-Qur’an melainkan di sana terkandung pelajaran yang amat berharga bagi setiap hamba-Nya yang mendambakan rahmat-Nya. Salah satunya ialah kisah tentang kepatuhan Nabi Ibrahim As. dalam melaksanakan perintah Allah agar Nabi-Nya itu mengkurbankan anaknya Nabi Ismail As., yang sebelumnya adegan berkurban itu telah didahului pula oleh kisah Habil dan Qabil yakni anak dari Nabi Adam As dengan istrinya Siti Hawa. Yakni Habil dan Qabil mempersembahkan hewan kurban mereka kepada Allah SWT, namun hanya persembahan kurban Habil yang diterima. Kisah ini selanjutnya disampaikan Allah SWT khusus kepada Muhammad Ibn Abdillah Sang Rasul pilihan-Nya SAW, yakni dengan tujuan agar Ummat Islam yang mengikuti beliau menjalankan pula perintah ibadah berkurban kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Hal itu pun dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW dengan selalu menyembelih 2 ekor domba untuk hewan kurban setiap tahun. Sehingga pada setiap Hari Raya Idul Adha ummat Islam menyelenggarakan pemotongan hewan kurban dan pembagiannya kepada ummat terutama kaum dhuafa. Jika setiap tahun kita menyelenggarakan amaliah kurban tersebut, lalu apakah sebagai ummat kita sudah benar-benar memahami makna sejati daripada ibadah kurban tersebut ?. Ini penting agar rutinitas tahunan yang biasa kita lakukan tidak menjadi ritual kosong belaka.
Bagi seorang hamba yang sangat mendambakan rahmat Tuhannya, apapun cara dan langkahnya selayaknya akan ditempuhnya demi meraih apa yang didambakannya. Sesungguhnya untuk itulah Allah SWT menurunkan perintah berkurban, yakni untuk menguji hamba-hamba-Nya yang benar-benar mendambakan karunia rahmat-Nya. Adapun puncak daripada karunia rahmat Allah SWT ialah keridhoan-Nya dan kecintaan-Nya atas hamba-Nya. Jika seorang hamba menyatakan bahwa ia sangat ingin menjadi hamba Allah yang mendapatkan keridhoan dan kecintaan Allah SWT, maka sudah tentu ia harus membuktikan kerelaannya dan kepatuhannya untuk melaksanakan segala perintah Allah SWT.
Saudaraku tercinta, Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang memerlukan persembahan harta dan jiwa, sebagaimana ibadah Haji dan Jihad. Seorang muslim yang yang ingin berkurban, maka ia harus menginfakkan sebagian hartanya berupa hewan kurban untuk disembelih.
Ibadah kurban, sejatinya ialah bentuk “tanda pengorbanan Cinta” kita kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta. Dikatakan demikian, karena seorang hamba yang berkurban hakikatnya adalah sedang mengusahakan suatu perbuatan yang bisa mendekatkan dirinya pada Allah SWT, sebagaimana kata kurban itu sendiri secara bahasa berasal dari akar kata bahasa Arab yakni Qorroba-yuqorribu-qurbaanan yang berarti “mendekat” demi meraih kecintaan dan keridhoan Allah SWT. Coba kita perhatikan firman Allah SWT dalam Al- Qur’an, surat Ash-Shoffat ayat 101-105:
{Maka kami kabarkan berita gembira untuknya (Nabi Ibrahim As) tentang kelahiran seorang anak laki-laki yang penyabar}101. {Maka ketika Ia (Nabi Ismail As) telah mencapai usia anak-anak, ia (Nabi Ibrahim As) berkata “Wahai anakku, sebenarnya aku bermimpi menyembelihmu, lalu apakah pendapatmu ?, ia (Nabi Ismail As) menjawab “Wahai ayahku lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) padamu, insya Allah engkau akan mendapatiku seorang dari golongan yang sabar}102. {Maka ketika keduanya telah menyerahkan/memasrahkan dirinya (kepada Allah), dan ia (Nabi Ibrahim As) telah meletakkan pelipisnya (Nabi Ismail) }103. {Dan Kami berseru memanggilnya “wahai Ibrahim !}104. {Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu !, sesungguhnya begitulah Kami memberi ganjaran (pahala kebaikan/kemuliaan) kepada orang-orang yang baik. }105.
Informasi yang kita dapatkan dari ayat di atas adalah Allah SWT mengaruniai Nabi Ibrahim nikmat dan kabar gembira berupa kelahiran Nabi Ismail As setelah sebelumnya beliau berdoa kepada-Nya memohon keturunan yang sholeh. Adapun pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah diatas adalah setelah itu Allah SWT bermaksud menguji keimanan, keyakinan, keikhlasan, kesabaran, kepasrahan, ketulusan dan kepatuhan hamba-hamba-Nya, yakni Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Dan bukan main, Ujiannya ialah berupa perintah Allah SWT dalam bentuk mimpi yang dialami Nabi Ibrahim As. untuk mengurbankan anaknya. Padahal Nabi Ibrahim dan Istrinya sedang sangat berbahagia dengan kehadiran anak laki-laki mereka itu. Menghadapi ujian itu tentulah terjadi proses perang batin dalam diri Nabi Ibrahim As. Sebab sebagai manusia, ia perlu meyakinkan dirinya, menghilangkan segala keraguan, mengalahkan egonya, melawan gangguan bisikan syaithan, dan menyerahkan segala kepatuhannya kepada kehendak Tuhannya. Disinilah Nabi Ibrahim berjuang (berjihad) melawan kehendak ego dan hawa nafsunya dirinya sendiri untuk dapat rela mengorbankan kepentingan dirinya, kehendak jiwanya dan kecintaan pada harta/keluarganya, demi meraih cinta dan keridhoan Tuhannya. Nabi Ibrahim As pun berhasil menunjukkan kepada Allah yang Maha Agung bahwa ia hanyalah seorang hamba yang tidak dapat berbuat apa-apa jika Tuhannya sudah menetapkan suatu kehendak. Lebih dari itu ia telah menunjukkan bahwa lebih mementingkan dan mendambakan cinta Tuhannya daripada cintanya pada harta dan keluarganya. Walhasil, Nabi Ibrahim telah menunjukkan “tanda pengorbanan cintanya” kepada Allah SWT. sehingga Allah SWT pun mengangkat dan merestuinya menjadi sang Khaliilullah yakni kekasih terdekat Allah ‘Azza Wa Jalla. Serta merta Allah membanggakannya dalam firman-Nya: {“Sungguh inilah ujian yang amat nyata(beratnya) } 106. {Dan Kami tebus itu dengan sembelihan yang agung}107. {Dan Kami langgengkan (kisah) itu dikalangan orang-orang sesudahnya} 108. {Salam sejahtera atas Ibrahim}109. {Sungguh ia termasuk dari golongan hamba-hamba Kami yang beriman}.110. Dan atas pengorbanan agung itu, karunia Allah tidak berhenti sampai di situ, sebab Allah pun mengabarkan berita gembira tentang kelahiran Ishaq, seorang anak yang shalih yang akan menjadi Nabi, sebagaimana Ismail juga sebelumnya dijadikan seorang Nabi. Dari nabi Ismail inilah Nabi Ibrahim mendapat keturunan seorang Muhammad SAW sang Nabi sekaligus Rasulullah yang menjadi Habiibullah yakni kekasih tercinta pilihan Allah, yang pribadinya menjadi cerminan mahluk teragung di dunia dan akhirat. Subhaanallah !
Anaknya pun tak kalah hebatnya dengan ayahnya. Saat ayahnya bertanya kepadanya, ia dapat menjawab singkat dan jawabannya itu sangat mengagumkan bijaksana sekali penuh dengan ketenangan dan kesabaran. “Wahai ayahku, lakukanlah jika memang itu perintah !”. terlebih lagi saat ia telah dibaringkan untuk disembelih oleh ayahnya, sungguh Nabi Ismail As telah menunjukkan kepatuhan dan ketundukannya pada kemuliaan ayahnya sebagai seorang utusan Allah, juga kepada perintah Allah SWT. Walhasil ia pun telah berhasil menunjukkan “tanda pengorbanan cintanya” kepada Tuhannya. Sehingga pengorbanan keduanya diterima di sisi Allah SWT dan Nabi Ismail As pun mendapat gelar Dzabiihullah yakni sembelihan Allah SWT.
Nabi kita yang sangat masyhur pun yakni Nabi Muhammad SAW telah berhasil menunjukkan semua “tanda pengorbanan cintanya” kepada Allah SWT, dengan melalui segala rintangan dan hambatan, hinaan, pemboikotan, ancaman pembunuhan, berbagai peperangan, dalam menegakkan semua perintah Allah dan panji-panji Islam. Di samping beliau menampilkan sosok dirinya yang berkepribadian nan tinggi dan agung untuk menjadi contoh pelajaran bagi seluruh ummat manusia. Semua itu disimbolkan dengan cara beliau berkurban menyembelih hewan ternak setiap tahun. Sebagai ungkapan persembahan kepada Allah yang Maha Agung, menjalankan perintah-Nya, dan menyempurnakan ibadah Nabi-Nabi pendahulunya.
Lalu apa buktinya menyembelih hewan kurban itu merupakan bentuk persembahan “tanda pengorbanan cinta” kepada Allah SWT ?
Saudaraku tercinta, jika benar-benar ingin menjadi hamba Allah yang mendapat keridhoan dan kecintaan-Nya, maka hendaknya kita pun membuktikan keinginan itu dengan berusaha mengerahkan segala usaha yang bisa mendekatkan jiwa kita kepada Allah serta meraih ridho-Nya. Adapun perkara yang paling disukai Allah SWT ialah berkorban dengan harta dan jiwa di jalan Allah SWT. Maksudnya menjalankan segala ibadah yang diperintahkan-Nya dan disukai-Nya dengan segenap ketulusan hati yang disertai ketakwaan kepada-Nya. Berkurbanlah dengan harta kita (kecintaan kita kepada materi / mahluk), dan berkurbankanlah dengan jiwa kita (dengan menampilkan keshalehan akhlak kepribadian dan kebersihan hati yang penuh ketakwaan). Dalam hari raya Idul Adha, kedua hal tersebut bisa kita raih. Hewan kurban yang disembelih sebenarnya hanyalah simbol dari sesuatu yang bernyawa/hidup disembelih sehingga mati lalu diserahkan kepada yang memilikinya. Artinya hendaknya seorang muslim menyerahkan segala urusan hidup dan matinya kepada Allah SWT yang Maha Memiliki lagi Maha Menguasai kehidupan dan kematian. Disamping hewan kurban itu sendiri merupakan binatang ternak yakni harta manusia atau paling tidak dibutuhkan dana yang lumayan besar untuk membeli hewan kurban, itu artinya kita dianjurkan mengeluarkan sebagian harta yang kita sukai untuk diinfakkan di jalan Allah SWT. Bukankah Allah telah menegaskan dalam firman-Nya: {Kamu sekali-kali tidak akan pernah sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu dapat menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah SWT mengetahuinya}. {Qs.Al-Imran: 92}.
Adapun untuk menginfakkan sebagian harta yang kita cintai tidaklah mudah, dibutuhkan keimanan kepada Allah SWT, juga keikhlasan, keyakinan akan janji karunia pahala dan rahmat dari Allah, serta menundukkan ego pribadi, kepentingan pribadi, dan menyisihkan setiap bentuk kekotoran hati. Bukankah kita dianjurkan berpuasa sunnah sebelum hari raya Idul Adha ? Agar ketakwaan kita kembali terasa. Bukankah Allah menegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa hewan kurban yang kita sembelih, dagingnya dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan kitalah yang akan sampai kepada Allah. Jadi ibadah kurban bukanlah ibadah mempersembahkan daging atau darah kepada Allah sebagaimana pernah dilakukan orang-orang jahiliah. Tapi ibadah kurban ialah ibadah mempersembahkan ketakwaan diri kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta. Untuk lebih meyakinkan, coba kita kembali cermati apa yang terjadi pada kisah kurban Nabi Ibrahim As atas anaknya Nabi Ismail As yang lalu. Dipenghujung kisah tersebut Allah SWT segera mengganti posisi Nabi Ismail yang telah dibaringkan siap untuk disembelih dengan seekor domba yang besar. Mengapa demikian ? jawabnya bisa jadi jika penyembelihan ayah dan anak itu terjadi, maka betapa tragisnya peristiwa itu tergambarkan. Manusia pun akan mengatakan itu adalah tragedi pembunuhan ayah atas anaknya. Atau mungkin sebagian orang akan mengatakan “masa Tuhan menyuruh seorang ayah membunuh anaknya ?!”, “kenabian macam apa yang wahyunya berupa pembunuhan anak, kejahatan kemanusiaan dalam keluarga, bagaimana bisa didakwahkan dimasyarakat ?!”. Maka Maha Benarlah Allah dengan segala firman-Nya. Tepat sekali keputusan Allah SWT mengganti sembelihan Nabi Ibrahim dengan seekor domba yang besar. Lalu apakah hanya berhenti sampai disitu ?, apakah perjuangan Nabi Ibrahim menaiki tangga-tangga keimanan dan ketaqwaan hanya diganti dengan seekor domba yang besar ?! Tentu saja Allah yang Maha Agung mengganjar seorang Nabi-Nya yang patuh itu dengan kemuliaan dan ketinggian derajat. Untuk itu Allah Swt. menegaskan dalam firman-Nya bahwa sembelihan itu diganti dengan “dzibhin ‘azhim” yakni berarti pengorbanan yang agung, (lihat Al-Qur’an surat Ash-Shofat ayat 107). Perhatikanlah kata “‘azhim” dalam ayat tersebut, yakni kata Bahasa Arab yang berarti “agung”, dan tidak mungkin Allah menyebut “kambing yang agung”, sebaliknya akan sangat pas jika dimaknai “pengorbanan yang agung”, maksudnya kepatuhan Nabi Ibrahim As. atas semua perintah Allah, itu diakui sebagai perjuangan beliau menuju ketaqwaan kepada Allah yang mengantarkannya sampai pada derajat kemuliaan yang agung “khalilullah” yakni kekasih Allah yang terdekat. Hal tersebut pun memang sesuatu yang sangat agung, bagaimana tidak ? Seorang hamba dituntut untuk dapat berkorban dengan segenap harta dan jiwanya agar dapat lebih dekat di sisi Tuhannya. Jadi, hewan kurban yang disembelih itu, hanyalah simbolisasi daripada pengorbanan seorang hamba atas hartanya sekaligus menunjukkan kecintaannya kepada sesama manusia dan Tuhannya. Sehingga dengan kata lain, jika di antara kita memiliki harta maka dermakanlah sebagiannya, jika memiliki ilmu maka amalkanlah, jika memiliki tenaga maka bantulah, jika memiliki waktu maka berpartisipasilah, jika memiliki umur maka manfaatkanlah. Adapun berkurban dengan jiwa adalah berkurban dengan keimanan, kebersihan hati, dan ketaqwaan.
Memperingati Idul Adha, maka ingatlah bahwa inilah saatnya kita menunjukkan “tanda pengorbanan cinta” kita kepada sesama manusia, terlebih kepada Sang Maha Pencipta.

0 komentar: